Kamis, 19 Mei 2011

Masalah-masalah utama yang terkait dalam melakukan audit internal internasional

Globalisasi yang membawa liberalisasi pada segala bidang, termasuk liberalisasi ekonomi hendaknya memacu profesi internal audit untuk lebih responsif terhadap kebutuhan manajemen dalam rangka tetap kompetitif di pasar bisnis. Tidak hanya dalam teknis dan standar profesi saja, tetapi juga dalam pengaruh kegiatannya terhadap bidang ekonomi dan sosial secara keseluruhan. Mereka semestinya harus bersiap-siap menghadapi lingkungan baru dan sudah saatnya memikirkan apa yang harus diperbaiki baik secara internal maupun eksternal. Di era globalisasi, auditor internal akan menghadapi tantangan yang lebih berat, sehingga adaptasi yang inovatif perlu dilakukan terhadap kultur, struktur, dan sistem. Berbagai penilaian dan persepsi negatif sering ditujukan terhadap fungsi internal audit. Audittee seringkali merasa bahwa keberadaan divisi internal audit hanya akan mendatangkan cost yang lebih besar dibanding benefit yang akan diterima. Auditor internal dianggap masih jauh peranannya untuk dapat menjadi seorang konsultan internal (yang merupakan ekspresi tertinggi dalam peran pengawas internal). Seringkali usulan perubahan atau rekomendasi dari audit internal masih dianggap menyulitkan dan merugikan bagi audittee, bahkan terkesan formalitas dan cenderung mengabaikan tingkat kesulitan atau kendala yang akan dihadapi oleh audittee nantinya atas pelaksanaan saran dari bagian audit internal tersebut Dengan kata lain, usulan yang diberikan auditor internal kepada audittee seringkali lebih banyak konsepnya, dibanding penerapannya.

Prinsip Konservatisme dalam Akuntansi Internasional

Prinsip konservatisme merupakan prinsip pengecualian atau modifikasi, artinya bahwa prinsip tersebut bertindak sebagai batasan untuk penyajian data akuntansi yang relevan dan dapat dipercaya.Prinsip ini menyatakan bahwa ketika memilih diantara dua atau lebih tehknik akuntansi yang dapat diterima, maka preferensinya adalah memilih yang paling kecil dampaknya terhadap ekuitas pemegang saham. Prinsip ini, dalam akuntansi konvesional berkaitan dengan ketidakpastian, umumnya digunakan untuk mengartikan bahwa akuntan harus melaporkan yang terendah dari beberapa nilai yang mungkin untuk aktiva dan pendapatan; dan yang tertinggi dari beberapa nilai yang mungkin untuk kewajiban dan beban. Ini berarti bahwa beban harus diakui segera dan pendapatan harus diakui nanti, bukan segera. Oleh karena itu, aktiva bersih lebih cenderung diakui dibawah nilai harga pertukaran kini daripada di atasnya; dan perhitungan laba mungkin menghasilkanyang terendah dari beberapa jumlah alternatif. Jadi, pesimisme diasumsikan lebih baik daripada optimisme dalam pelaporan keuangan. Hendriksen dan Breda menilai prinsip konservatisme ini sebagai metode yang sangat buruk untuk menghitungkan adanya ketidakpastian dalam penilaian dan laba. Konservatisme mempunyai pengaruh yang berubah-ubah, oleh karena itu data yang dikumpulkan secara konservatif tidak dapat diinterprestasikan dengan tepat bahkan oleh pembaca yang sangat terinformasi. Konservatisme juga bertentangan dengan tujuan mengungkapkan semua informasi yang relevan. Berdasarkan sifat-sifatnya tersebut, secara jelas dan mudah dipahami bahwa prinsip ini tidak sejalan dengan Al Qur’an dan Sunnah. Dengan demikian, bagi akuntansi syariah, bahkan secara logis, prinsip konservatisme tidak dapat diterima.

Meminimalkan Resiko keuangan dengan Manajemen Keuangan

Didalam manajemen risiko keuangan, tujuan utamanya ialah untuk meminimalkan potensi kerugian yang timbul dari perubahan tak terduga dalam harga mata uang, kredit, komoditas, dan ekuitas. Resiko volatilitas harga yang dihadapi ini disebut dengan resiko pasar. Risiko pasar terdapat dalam berbagai bentuk. Meskipun volatilitas harga atau tingkat, akuntan manajemen perlu mempertimbangkan resiko lainnya:

- risiko likuiditas,
timbul karena tidak semua produk manajemen dapat diperdagangkan secara bebas
- diskontinuitas pasar,
mengacu pada risiko bahwa pasar tidak selalu menimbulkan perubahan harga secara bertahap
- risiko kredit,
merupakan kemungkinan bahwa pihak lawan dalam kontrak manajemen risiko tidak dapat memenuhi kewajibannya
- risiko regulasi,
adalah risiko yang timbul karena pihak otoritas public melarang penggunaan suatu produk keuangan untuk tujuan tertentu
- risiko pajak,
merupakan risiko bahwa transaksi lindung nilai tertentu tidak dapat memperoleh perlakuan pajak yang diinginkan
- risiko akuntansi,
adalah peluang bahwa suatu transaksi lindung nilai tidak dapat dicatat selain bagian dari transaksi yang hendak dilindung nilai

Akuntansi manajemen memainkan peran yang penting dalam proses risiko manajemen. Mereka membantu dalam mengidentifikasikan eksposur pasar, mengkuantifikasi keseimbangan yang terkait dengan strategi respons risiko alternative, mengukur potensi yang dihadapi perusahaan terhadap risiko tertentu, mencatat produk lindung nilai tertentu dan mengevaluasi program lindung nilai.
Kerangka dasar yang bermanfaat untuk mengidentifikasi berbagai jenis risiko market berpotensi dapat disebut sebagai pemetaan risiko. Kerangka ini diawali dengan pengamatan atas hubungan berbagai risiko pasar terhadap pemicu nilai suatu perusahaan dan pesaingnya. Pemicu nilai mengacu pada kondisi keuangan dan pos-pos kinerja operasi keuangan utama yang mempengaruhi nilai suatu perusahaan.

Risiko pasar mencakup risiko kurs valuta asing dan suku bunga, serta risiko harga komoditas dan ekuitas. Mata uang Negara sumber pembelian mengalami penurunan nilai relative terhadap mata uang Negara domnestik, maka perubahan ini dapat menyebabkan pesaing domestic mampu menjual dengan harga yang lebih rendah, ini disebut sebagai risiko kompetitif mata uang yang dihadapi. Akuntan manajemen harus memasukkan suatu fungsi demikian probabilitas yang terkait dengan serangkaian hasil keluaran masing-masing pemicu nilai. Peran lain yang dimainkan oleh para akuntan dalam proses manajemen resiko meliputi proses kuantifikasi penyeimbangan yang berkaitan dengan alternative strategi respon risiko. Risiko kurs valuta asing adalah salah satu bentuk risiko yang paling umum dan akan dihadapi oleh perusahaan multinasional. Di dalam dunia kurs mengambang, manajemen risiko mencakup: (1) antisipasi pergerakan kurs, (2) pengukuran risiko kurs valuta asing yang dihadapi perusahaan, (3) perancangan strategi perlindungan yang memadai, dan (4) pembuatan pengendalian manajemen risiko internal

ANALISIS PROSPEKTIF AKUNTANSI INTERNASIONAL DAN ISU-ISUNYA

Ketika melakukan peramalan, para analis membuat ramalan mengenai prospek perusahaan secara eksplisit berdasarkan strategi usaha, catatan akuntansi, dan analisis keuangan , Analisis prospektif mencakup tahap: peramalan dan penilaian. Ketika melakukan peramalan, para analis membuat ramalan mengenai prospek perusahaan secara eksplisit berdasarkan strategi usaha, catatan akuntansi, dan analisis keuangan.Ketika melakukan penilaian, analis mengubah ramalan kuantitatif menjadisuatu estimasi nilai perusahaan. Penilaian digunakan seara implisit maupuneksplsit dalam banyak keputusan usaha. Terdapat banyak pendekatan penilaianyang berbeda digunakan dalam praktik, mulai dari analisis arus kas terdiskontohingga teknik yang lebih sederhana yang berdasarkan perkalian berbasis harga.Fluktuasi kurs, perbedaan akuntansi, perbedaan praktik, dan kebiasaan bisnis, perbedaan pasar modal, dan banyak faktor lainnya memiliki pengaruhyang sangat besar terhadap peramalan dan penilaian internasional. Ketika melakukan penilaian, analis mengubah ramalan kuantitatif menjadi suatu estimasi nilai perusahaan. Penilaian digunakan secara implisit maupun eksplisit dalam banyak keputusan usaha.
Isu-isu yang menyertai akuntansi Internasional :

1. Akses Informasi
Informasi mengenai ribuan perusahaan dari seluruh dunia telah tersediasecara luas dalam beberapa tahun terakhir. Sumber informasi dalam jumlahyang tak terhitung banyaknya muncul melalui World Wide Web. Perusahaan diseluruh dunia saat ini memiliki situs Web dan laporan tahunannya tersediasecara cuma-cuma dari berbagai sumber internet dan lainnya.Banyak database komersial menyediakan akses data keuangan danpasar saham ribuan puluhan ribu perusahaan di seluruh dunia.

2. Ketepatan Waktu Informasi
Ketepatan waktu laporan keuangan, laporan tahunan, laporan kepada pihak regulator, dan siaran pers yang menyangkut laporan akuntansi berbeda-beda di tiap negara. Pelaporan keuangan tiap kuartal merupakan praktik yang lazim dilakukan diAmerika Serikat, sedangkan di tempat lain masih jarang dilakukan.

3. Pertimbangan Mata Uang Asing
Akun-akun yang berdominan dalam mata uang asing membuat para analismenghadapi dua jenis permasalahan. Yang pertama berkaitan dengan kemudahanpembaca, yang kedua menyangkut isi informasi.Para pembaca yang lebih menyukai kerangka dasar mata uang domestiktranslasi untuk tujuan kemudahan dengan menggunakan kurs pada akhir tahun

PENENTUAN HARGA TRANSFER INTERNATIONAL

Harga transfer menempatkan nilai moneter terhadap pertukaran antar perusahaan yang terjadi diantara unit operasi dan merupakan pengganti harga pasar. Pada umumnya harga transfer dicatat sebagai pendapatan oleh satu unit dan biaya oleh unit lainnya. Sekali perusahaan berekspansi secara internasional, masalah penentuan harga transfer juga berkspansi dengan cepat. Diestimasikan bahwa 60% dari seluruh perdagangan internasional terdiri dari transfer yang terjadi antar entitas usaha yang berhubungan istimewa. Transaksi lintas negara juga membuka perusahaan multinasional terhadap sejumlah pengaruh lingkungan yang menciptakan sekaligus menghancurkan peluang untuk meningkatkan laba perusahaan melaui penentuan harga transfer.
Menurut undang-undang Pajak Penghasilan di AS terdapat metode-metode:

1. Metode Harga yang Tidak Terkontrol Setara
Berdasarkan metode ini harga transfer ditentukan dengan mengacu pada harga yang digunakan dalam transaksi setara antara perusahaan yang independent atau setara perusahaan dengan pihak ketiga yang tidak berkaitan.

2. Metode Transaksi Tidak Terkontrol yang Setara
Metode ini diterapkan untuk pengalihan aktiva tidak berwujud. Metode ini mengidentifikasikan tingkat royalty acuan dengan mengacu pada transaksi yang tidak terkontrol di mana aktiva tidak berwujud yang sama atau serupa dialihkan. Sebagaimana metode harga tidak terkontrol yang setara, metode ini bergantung pada perbandingan pasar.

3. Metode Harga Jual Kembali
Metode ini menghitung harga transaksi yang wajar yang diawali dengan harga yang dikenakan atas penjualan barang yang dimaksud kepada pembeli yang independent. Margin yang memadai untuk menutup beban dan laba nomal kemudian dikurangkan dari harga ini untuk memperoleh harga transfer antarperusahaan.

4. Metode Penentuan Biaya Plus
Metode ini berguna apabila barang semi jadi dialihkan antarperusahaan afiliasi luar negeri atau jika suatu entitas merupakan sub kontraktor bagi perusahaan lain.

5. Metode Laba Sebanding
Metode ini mendukung pandangan umum yang menyatakan bahwa pembayar pajak yang menghadapi situasi yang mirip harusnya memperoleh imbalan yang mirip pula selama beberapa periode waktu tertentu.


6. Metode Pemisahan Laba
Metode ini digunakan jika acuan produk atau pasar tidak tersedia. Metode ini mencakup pembagian laba yang dihasilkan melalui transaksi dengan pihak berhubungan istimewa yaitu antara perusahaan afiliasi berdasarkan cara yang wajar.

7. Metode Penentuan Harga Lainnya
Metode ini dapat digunakan jika menghasilkan ukuran harga wajar yang lebih akurat

Rabu, 11 Mei 2011

TRANSLASI VALUTA ASING DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Translasi merupakan perubahan satuan unit moneter, seperti halnya sebuah neraca yang dinyatakan dalam pound Inggris disajikan ulang kedalam nilai ekuivalen dollar AS. Tidak ada pertukaran fisik yang terjadi, dan tidak ada transaksi terkait yang terjadi seperti bila dilakukan konversi.

Saldo-saldo dalam mata uang asing ditranslasikan menjadi nilai ekuivalen mata uang domestic berdasarkan kurs nilai tukar valuta asing yaitu harga satu unit suatu mata uang yang dinyatakan dalam mata uang lainnya. Mata uang Negara dagang utama dibeli dan dijual dalam pasar global. Dengan dihubungkan lewat jaringan telekomunikasi yang canggih, para pelaku pasar mencakup bank dan perantara mata uang lainnya, kalangan usaha, para individu, dan pedagang professional. Dengan menyediakan tempat bagi para pembali dan penjual mata uang, pasar mata uang asing memfasilitasi transfer pembayaran internasional (contoh: dari importer kepada eksportir), memungkinkan terjadinya pembelian atau penjualan internasional secara kredit (contoh: letter of credit suatu bank yang memungkinkan barang dikirimkan kepada pembeli yang belum dikenal sebelum dilakukan pembayaran), dan meyediakan alat bagi para individu atau kalangan usaha untuk melindungi diri mereka dari resiko nilai mata uang yang tidak stabil.

Transaksi mata uang asing terjadi pada pasar spot, forward, atau swap. Mata uang yang dibeli atau dijual pada spot umumnya harus dikirimkan secepatnya, yaitu dalam waktu 2 hari kerja. Kurs pasar spot dipengaruhi oleh banyak factor, termasuk perbedaan tingkat inflasi antar Negara, perbedaan suku bunga nasional dan ekspektasi terhadap arah nilai tukar di masa mendatang. Transaksi pada pasar forward adalah perjanjian untuk melakukan pertukaran suatu mata uang dengan jumlah tertentu ke dalam mata uang lain pada suatu tanggal di masa depan. Kuotasi pada pasar forward dinyatakan dengan diskonto atau premium dari kurs spot.

Transaksi swap melibatkan pembelian spot dan penjualan forward atau penjualan spot atau pembelian forward, atas suatu mata uang secara bersamaan. Investor sering memanfaatkan transaksi swap untuk mengambil keuntungan dari tingkat suku bunga yang lebih tinggi di suatu Negara asing, dalam kesempatan yang sama melindungi diri terhadap pergerakan yang tidak menguntungkan dari kurs nilai tukar valuta asing.

Transaksi menggunakan mata uang asing

Ciri utama dari sebuah transaksi mata uang asing adalah penyelesainnya dipengaruhi dalam suatu mata uang asing. Jadi, transaksi dalam mata uang asing terjadi pada saat suatu perusahaan membeli atau menjual barang dengan pembayaran yang dilakukan dalam suatu mata uang asing atau ketika perusahaan meminjam atau meminjamkan dalam mata uang asing.

Suatu transaksi mata uang asing dapat berdenominasi dalam satu mata uang, tetapi diukur atau dicatat dalam mata uang yang lain. Untuk memahami mengapa hal ini terjadi, petimbangkanlah pertama-tama istilah mata uang fungsional. Mata uang fungsional sebuah perusahaan diartikan sebagai mata uang lingkungan ekonomi yang utama dimana perusahaan beroperasi dan menghasilkan arus kas. Jika suatu operasi anak perusahaan luar negeri relative berdiri sendiri dan terintegrasi dalam Negara asing (yaitu sutau anak perusahaan yang menghasilkan produk untuk distribusi setempat), umumnya akan menghasilkan dan mengeluarkan uang dalam mata uang local (Negara-negara domisili). Dengan demikian mata uang local (contoh euro untuk anak perusahaandari suatu perusahaan AS yang berada di Belgia) adalah mata uang fungsionalnya.

Untuk menggambarkan perbedaan antara suatu transaksi yang berdenominasi dalam suatu mata uang tetapi diukur dalam mata uang lainnya, misalkan sebuah anak perusahaan AS di Hong Kong membeli persediaan barang dagangan dari Republik Rakyat Cina yang dibayarkan dalam renmimbi. Mata uang fungsional anak perusahaan adalah dollar AS. Dalam kasus ini, anak perusahaan akan mengukur transaksi mata uang asing yang berdenominasi dalam renmimbi ke dalam dollar AS, mata uang yang digunakan dalam catatan bukunya. Dari sudut pandang induk perusahaan, kewajiban anak perusahaan berdenominasi dalam renmimbi, tetapi diukur dalam dollar AS, mata uang fungsionalnya, untuk keperluan konsolidasi.

Sumber hukum perpajakan internasional

Perjanjian perpajakan internasional pertama sekali dicetuskan oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1921, model inilah yang menjadi dasar yang dikembangkan pada tahun 1928 yang kemudian dipakai oleh negara-negara yang tergabung dalam Organization for economic cooperation and Development (OECD) yang semula merupakan konvensi bilateral yang tergabung dalam The Council of Organization For European Economic cooperation (OEEC) dengan 70 anggota negara.

Model ini kemudia disempurnakan dalam model mexico tahun 1943 dan Model London tahun 1946, komite fiskal dalam OECD kemudian membuat draft konvensi guna memecahkan permasalahan pajak ganda agar dapat diterima oleh semua anggota OECD, kemudia pada tahun 1963 dibuatlah laporan final dengan judul draft double taxation convention on income and capital yang kemudian diubah beberapa kali.

Kemudian untuk perjanjian Tax Treaty untuk negara berkembang, dibuat oleh The Economic dan Social Council Of The United Nation pada tahun 1967. Kemudian pada tahun 1980 dirubah lagi dengan nama The Group Of Experts yang anggotanya terdiri dari 25 negara, yang terdiri dari 10 negara maju dan 15 negara berkembang. Kemudian pada tahun 1974 dan 1979. Pada tahun 1979 the group of experts mereview lagi draft United Nation Model Convention dan diubah beberapa kali pada tahun 1995,1997,1998,1999, 2000 dan terakhir 2005. Konvensi-konvensi inilah yang kemudian menjadi sumber hukum perpajakan internasional. Di dunia ini, ada dua model treaty yang sering dijadikan acuan dalam menyusun suatu treaty yaitu model OECD dan model PBB.

Prinsip Non Deskriminasi

Prinsip ini mengatur tentang persamaan perlakuan perpajakan yang diberikan oeh suatu negara kepada warga negara dan kepada bukan warga negara. Suatu negara yang terikat tax treaty memiliki kewajiban untuk memberikan perlakuan perpajakan yang sama untuk warga negaranya dan untuk mereka yang bukan warga negaranya. Perlakuan perpajakan yang sama ini mengandung arti bahwa dalam suatu kondisi yang sama, pihak yang bukan warga negara dari suatu negara tidak boleh menanggung kewajiban pajak yang lebih berat daripada yang ditanggung oleh warga negara dari negara tersebut. Perlakuan yang sama juga harus diberikan kepada mereka yang bukan merupakan warga negara dari kedua negara yang terikat perjanjian.

Pemajakan atas suatu penghasilan secara bersamaan oleh negara yang menerapkan domisili dan negara yang menerapkan azas sumber menimbulkan pajak ganda internasional (international double taxation). Oleh para investor dan pengusaha, pajak ganda tersebut dianggap kurang memperlancar mobilitas arus investasi, bisnis, dan perdagangan internasional. oleh karena itu, perlu dihilangkan atau diberikan keringanan. Selain diatur dalam ketentuan pajak domestik, keringanan pajak ganda dimaksud pada umumnya juga diatur dalam P3B. Pajak Berganda Internasional (selanjutnya dalam modul ini disebut PBI) muncul apabila terdapat benturan yurisdiksi pemajakan, baik yang melekat pada pemerintah pusat (negara) maupun pemerintah daerah (provinsi, kota, dan kabupaten), dan yang melekat pada masing-masing negara (overlapping of tax jurisdiction in the international sphere).

Dalam hak pemajakan, kita menyadari bahwa setiap negara berdaulat akan melaksanakan pemajakan terhadap subjek dan/atau objek yang mempunyai pertalian fiskal (fiscal allegiance) dengan negara pemungut pajak dan berada dalam wilayah kedaulatannya berdasarkan ketentuan domestik. Seandainya dalam ketentuan domestik dari negara-negara pemungut pajak tersebut terdapat pengecualian atau pembebasan dari pajak terhadap subjek atau objek yang bertempat kedudukan atau berada di luar wilayah kedaulatannya maka tidak akan terjadi PBI karena mungkin tidak terjadi benturan hak pemajakan dengan negara lain. atau apabila tarif pajak di negara tempat sumber penghasilan dikenakan pajak dan domisili cukup rendah, beban pajak berganda yang dikenakan di negara sumber sebagai pemegang hak pemajakan utama (primary taxing rights) dan yang dikenakan di negara domisili sebagai pemegang hak pemajakan skunder (secondary taxing rights) secara wajar masih dalam jumlah yang terjangkau oleh pembayar pajak.

Dalam Pajak Penjualan, misalnya, PBI dapat terjadi apabila negara pengekspor menganut prinsip negara asal (origin principle; pemajakan oleh negara asal barang dan jasa), dipihak lain, negara pengimpor menganut prinsip negara tujuan (destination principle; Pemajakan oleh negara tujuan atau negara konsumen). PBI berkenaan dengan Pajak Penghasilan, sebagaimana telah dikemukakan di awal bagian ini, apabila terjadi benturan hak pemajakan antara negara-negara mempunyai pertalian ekonomis, menerapkan azas pembagian hak pemajakan secara tidak bersamaan.

Pemajakan transaksi lintas negara

Pemajakan berganda dapat terjadi karena adanya benturan antara klaim pemajakan. Hal ini karena adanya prinsip pemajakan global untuk wajib pajak dalam negeri (global principle) dimana penghasilan dari dalam luar negeri dan dalam negeri dikenakan pajak oleh negara residen (negara domisili wajib pajak). Selain itu, terdapat pemajakan teritorial (source principle) bagi wajib pajak luar negeri (WPLN) oleh negara sumber penghasilan dimana penghasilan yang bersumber dari negara tersebut dikenakan pajak oleh negara sumber. Hal ini membuat suatu penghasilan dikenakan pajak dua kali, pertama oleh negara residen lalu oleh negara sumber Misalnya: PT A punya cabang di Jepang. Penghasilan cabang di jepang dikenakan pajak oleh fiskus Jepang. Lalu di Indonesia penghasilan itu digabung dengan penghasilan dalam negeri lalu dikalikan tarif pajak UU domestik Indonesia.

Bentrokan klaim lebih diperparah bila terjadi dual residen, dimana terdapat dua negara sama-sama mengklaim seorang subjek pajak sebagi wajib pajak dalam negerinya yang menyebabkan ia terkena pemajakan global dua kali. Misalnya: Mr. A bekerja di Indonesia lebih dari 183 hari namun setiap sabtu dan minggu ia pulang ke rumahnya di Singapura. Mr. A dianggap WPDN oleh Indonesia dan juga Singapura sehingga untuk wajib melapor dan membayar pajak untuk penghasilan globalnya pada Indonesia maupun Singapura.

Dalam kaitan pembagian hak pemajakan ini, negara-negara yang melakukan perjanjian perpajakan dibagi menjadi dua jenis. Pertama adalah negara sumber (source country) yang merupakan negara di mana penghasilan yang merupakan objek pajak timbul. Kedua adalah negara domisili (resident country) yaitu negara tempat subjek pajak bertempat tinggal, berkedudukan atau berdomisili berdasarkan ketentuan perpajakan.

Baik negara sumber maupun negara domisili biasanya berhak untuk mengenakan pajak berdasarkan undang-undang domestiknya. Pengenaan pajak oleh dua yurisdiksi perpajakan terhadap satu jenis penghasilan inilah yang biasanya menimbulkan pengenaan pajak berganda sehingga perlu diatur dalam suatu persetujuan antara negara sumber dan negara domisili.

Konsep juridical double taxation dan economic double taxation

Pajak berganda dianggap terjadi pada semua kasus pemajakan beberapa kali terhadap suatu subjek dan/atau objek pajak dalam satu administrasi pajak yang sama. Pajak berganda umumnya dapat disebabkan oleh pemajakan yang dilakukan oleh penguasa tunggal (singular power) atau oleh berbagai (lapisan) tunggal, misalnya dapat terjadi pada pemajakan terhadap bangunan atas nilai jualnya (Pajak Bumi dan Bangunan) dan penghasilannya (Pajak Penghasilan atas sewa atau keuntungan transfernya). Pajak berganda tersebut sering disebut pajak berganda ekonomis (economic double taxation). Pajak berganda dalam arti luas, sesuai dengan Negara (yurisdiksi) pemungut pajaknya, dapat dikelompokkan menjadi pajak berganda (1) internal (domestic) dan (2) internasional.

Knechtle, dalam buku “Basic Problems in International Fiscal Law”, menyebut beberapa tipe PBI (1) faktual dan potensial, (2) yuridis dan ekonomis, dan (3) langsung dan tidak langsung. Apabila klaim pemajakan tersebut benar-benar dilaksanakan oleh beberapa Negara pemegang yurisdiksi maka akan terjadi PBI faktual. Apabila dari kedua (atau lebih) Negara pemegang klaim pajak, hanya satu Negara saja yang melaksanakan klaim pemajakan tersebut maka akan terjadi PBI Potensial.
Sementara PBI yuridis terjadi apabila suatu penghasilan (atau modal) yang sama dikenakan pajak di tangan orang (subjek) yang sama oleh lebih dari satu Negara, PBI Ekonomis, timbul apabila dua orang yang (secara yuridis) berbeda dikenakan pajak atas suatu penghasilan (atau modal; objek) yang sama (oleh lebih dari satu Negara). PBI Yuridis, pemajakan oleh lebih dari satu Negara dan satu subjek legal yang sama. PBI tak langsung terjadi dari pemajakan atas satu hal yang sama (setara dengan PBI Ekonomis).

Kebijakan Perpajakan Internasional

Setiap kebijakan tentu mempunyai tujuan khusus yang ingin dicapai, begitu juga dengan kebijakan yang berkaitan dengan perpajakan internasional, juga mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah selalu berusaha meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut. Salah satu upaya untuk meminimalkan beban tersebut, jalan keluarnya adalah dengan melakukan penghindaraan pajak berganda internasional. Setiap kerjasama yang dilakukan oleh setiap negara tentunya harus disepakati terlebih dahulu oleh para pihak guna mencapai komitmen bersama yang termuat dalam suatu perjanjian internasional, tidak terkecuali perjanjian dalam bidang perpajakan.

Transaksi perdagangan antara dua negara atau beberapa negara berpotensi menimbulkan aspek perpajakan, hal ini tentunya harus diatur oleh kedua negara atau dunia internasional secara umum berguna untuk meningkatkan perekonomian dan perdagangan negara-negara yang melakukan kerjasama tersebut. Ini menjadi penting agar tidak menghambat aliran dana investasi akibat pengenaan pajak yang memberatkan Wajib Pajak yang bekedudukan di kedua negara yang melakukan transaksi tersebut.

Untuk itu perlu adanya kebijakan perpajakan internasional dalam hal mengatur hak pengenaan pajak yang berlaku disuatu negara, dengan asumsi bahwa disetiap negara dapat dipastikan sudah mengatur ketentuan pajak dalam wilayah yang menjadi kedaulatannya. Namun setiap negara tidak bebas mengatur pengenaan pajak terhadap badan atau warga negara asing, pajak internasional merupakan salah satu bentuk hukum internasional, dimana setiap negara harus tunduk pada kesepakatan dunia internasional yang dikenal dengan istilah Konvensi Wina.

Prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam pemajakan internasional
Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netraliats yang harus dipenuhi dalam kebijakan pemajakan internasional:
1. Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik): Kemanapun kita berinvestasi, beban pajak yang dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada bedanya bila kita berinvestasi di dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai bila berinvestasi di luar negeri, beban pajaknya lebih besar karena menanggung pajak dari dua negara. Hal ini akan melandasi UU PPh Psl 24 yang mengatur kredit pajak luar negeri.
2. Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional): Darimanapun investasi berasal, dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik investor dari dalam negeri atau luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di suatu negara. Hal ini melandasi hak pemajakan yang sama denagn Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) terhadap permanent establishment (PE) atau Badan Uasah Tetap (BUT) yang dapat berupa cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test dari peraturan yang berlaku.
3. National Neutrality: Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga bila ada pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.

IFRS (International Financial Reporting Standard)

IFRS (International Financial Reporting Standard) adalah dasar penyusunan laporaan keuangan yang diterima berbagai Negara Sejarah terbentuknya pun cukup panjang dari terbentuknya IASC/ IAFC, IASB, hingga menjadi IFRS seperti sekarang ini. Jika sebuah negara menggunakan IFRS, berarti negara tersebut telah mengadopsi sistem pelaporan keuangan yang berlaku secara global sehingga memungkinkan pasar dunia mengerti tentang laporan keuangan perusahaan di negara tersebut berasal. Indonesia pun akan mengadopsi IFRS secara penuh pada 2012 nanti, seperti yang dilansir IAI pada peringatan HUT nya yang ke – 51. Dengan mengadopsi penuh IFRS, laporan keuangan yang dibuat berdasarkan PSAK tidak memerlukan rekonsiliasi signifikan dengan laporan keuangan berdasarkan IFRS. Adopsi penuh IFRS diharapkan memberikan manfaat :

1. memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan menggunakan SAK yang dikenal
secara internasional
2. meningkatkan arus investasi global
3. menurunkan biaya modal melalui pasar modal global

Strategi adopsi yang dilakukan untuk konvergensi ada dua macam, yaitu big bang strategy dan gradual strategy. Big bang strategy mengadopsi penuh IFRS sekaligus, tanpa melalui tahapan – tahapan tertentu. Strategi ini digunakan oleh negara – negara maju. Sedangkan pada gradual strategy, adopsi IFRS dilakukan secara bertahap. Strategi ini digunakan oleh negara – negara berkembang seperti Indonesia. PSAK akan dikonvergensikan secara penuh dengan IFRS melalui tiga tahapan, yaitu tahap adopsi, tahap persiapan akhir dan tahap implementasi.

Tahap adopsi dilakukan pada periode 2008-2011 meliputi aktivitas adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan infrastruktur, evaluasi terhadap PSAK yang berlaku. Pada 2009 proses adopsi IFRS/ IAS mencakup :
1. IFRS 2 Share-based payment
2. IFRS 3 Business combination
3. IFRS 4 Insurance contracts
4. IFRS 5 Non-current assets held for sale and discontinued operations
5. IFRS 6 Exploration for and evaluation of mineral resources
6. IFRS 7 Financial instruments: disclosures
7. IFRS 8 Segment reporting
8. IAS 1 Presentation of financial statements
9. IAS 8 Accounting policies, changes in accounting estimates
10. IAS 12 Income taxes
11. IAS 21 The effects of changes in foreign exchange rates
12. IAS 26 Accounting and reporting by retirement benefit plans
13. IAS 27 Consolidated and separate financial statements
14. IAS 28 Investments in associates
15. IAS 31 Interests in joint ventures
16. IAS 36 Impairment of assets
17. IAS 37 Provisions, contingent liabilities and contingent assets
18. IAS 38 Intangible assets

Pada 2010 adopsi IFRS/ IAS mencakup :
1. IFRS 7 Statement of Cash Flows
2. IFRS20 Accounting for Government Grants and Disclosure of Government Assistance
3. IFRS24 Related Party Disclosures
4. IFRS29 Financial Reporting in Hyperinflationary Economies
5. IFRS33 Earnings per Share
6. IFRS34 Interim Financial Reporting
7. IFRS41 Agriculture

Sedangkan arah pengembangan konvergensi IFRS meliputi :
1. PSAK yang sama dengan IFRS akan direvisi, atau akan diterbitkan PSAK yang baru
2. PSAK yang tidak diatur dalam IFRS, maka akan dikembangkan
3. PSAK industri khusus akan dihapuskan
4. PSAK turunan dari UU tetap dipertahankan

Pada 2011 tahap persiapan akhir dilakukan dengan menyelesaikan seluruh infrastruktur yang diperlukan. Pada 2012 dilakukan penerapan pertama kali PSAK yang sudah mengadopsi IFRS. Namun, proses konvergensi ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dampak yang ditimbulkan dari konvergensi ini akan sangat mempengaruhi semua kalangan, baik itu bidang bisnis maupun pendidikan.

HARMONISASI INTERNASIONAL

Dalam akuntansi “Harmonisasi” merupakan proses untuk meningkatkan kompatibilitas (kesesuaian) praktik akuntansi dengan menentukan batasan –batasan seberapa besar praktik tersebut dapat beragam. Standar harmonisasi ini bebas dari konflik logika, serta dapat meningkatkan komparabilitas (perbandingan ) informasi keuangan dari berbagai Negara. Harmonisasi bisa diartikan sebagai sekelompok Negara yang menyepakati suatu standar yang mirip. Namun mengharuskan adanya pelaksanaan yang tidak mengikuti standar harus diungkapkan dan direkonsiliasi dengan standar yang disepakati bersama.

Upaya untuk melakukan harmonisasi standar akuntansi dimulai jauh dari pembentukan komite standar akuntansi internasional (International Accounting Standard Committee : IASC) pada tahun 1973. Baru-baru ini sejumlah perusahaan yang berusahan memperoleh modal dari luar pasar Negara asal dan para investor yang berusaha untuk melakukan diversifikasi investasi secara internasional menghadapi masalah yang makin meningkat sebagai akibat dari perbedaan dalam hal akuntansi, pengungkapan, dan audit, sebagai jawaban atas kondisi berikut, harmonisasi akuntansi internasional saat ini merupakan salah satu isu terpenting yang dihadapi oleh pembuat standar akuntansi, badan pengawas pasar modal. Bursa efek.

Terkadang orang menganggap pengertian “Harmonisasi “ dengan “Standarisasi” punya arti yang sama. Secara umum standarisasi berarti penetapan standar yang bersifat sempit dan kaku, dan bahkan berarti penetapan satu standar tunggal dalam berbagi situasi. Standarisasi tidak mengakomodasi perbedaan-perbedaan antar Negara, oleh karena itu lebih sukar untuk diterapkan secara internasional. Harmonisasi lebih bersifat fleksibel dan terbuka, tidak menetapkan pada satu pendekatan saja, tetapi mengakomodasi beberapa perbedaan , dan telah mengalami kemajuan secara internasional dalam bertahun-tahun.

4 Metode konversi mata uang

- Metode Current/Non current
Metode ini merupakan metode yang paling tua di antara metode konversi mata uang. Dengan metode ini, semua asset dan kewajiban lancer dari cabang-cabang perusahaan dikonversikan dalam mata uang Negara asal dengan kurs saat ini, yaitu kurs pada saat neraca disusun. Sedang asset dan kewajiban yang tidak lancar (noncurrent),seperti biaya depresiasi, dikonversikan pada kurs histories, yaitu kurs pada saat asset diperoleh ataupun pada saat kewajiban terjadi. Oleh karena itu, cabang perusahaan di luar negeri yang memiliki modal kerja yang dinilai positif dalam mata uang local akan meningkatkan resiko rugi (translation loss) akibat devaluasi dengan metode current/non current. Sebaliknya bila modal kerja ternyata negative dinilai dalam mata uang local berarti terdapat keuntungan (translation gain) akibat revaluasi dengan metode tersebut.

- Metode Monetary/non monetary
Asset moneter (terutama kas, surat-surat berharga, piutang, dan piutang jangka panjang) dan kewajiban moneter (terutama utang lancar dan utang jangka panjang) dikonversi pada kurs saat ini. Sedang pos-pos nonmoneter, seperti stock barang, asset tetap, dan investasi jangka panjang, dikonversi pada kurs histories.
Pos-pos dalam laporan laba/rugi dikonversi pada kurs rata-rata pada periode tersebut, kecuali untuk pos penerimaan dan biaya yang berkaitan dengan asset dan kewajiban non moneter. Biaya depresiasi dan biaya penjualan dikonversi pada kurs yang sama dengan pos dalam neraca. Akibatnya, biaya penjualan bisa saja dikonversi dengan kurs yang berlainan dengan kurs yang digunakan untuk mengkonversi penjualan. Perlu diperhatikan bahwa metode moneter-non moneter bergantung pada klasifikasi skema neraca untuk menentukan kurs translasi yang tepat. Hal ini dapat menghasilkan hasil yang kurang tepat. Metode ini juga akan mendistorsikan marjin laba karena menandingkan penjualan berdasarkan harga dan kurs translasi kini dengan biaya penjualan yang diukur sebesar biaya perolehan dan kurs translasi histories.

- Metode temporal
Dengan menggunakan metode temporal, translasi mata uang merupakan proses konversi pengukuran atau penyajian ulang nilai tertentu. Metode tidak mengubah atribut suatu pos yang diukur, malainkan hanya mengubah unit pengukuran. Translasi saldo-saldo dalam mata uang asing menyebabkan pengukuran ulang denominasi pos-pos tersebut, tetapi bukan penilaian sesungguhnya.
Metode ini merupakan modifikasi dari metode moneter/non moneter. Perbedaannya, dalam metode moneter/non moneter, persediaan (inventory) selalu dikonversi dengan kurs histories. Sedang dalam metode temporal, persediaan umumnya dikonversi dengan kurs histories, namun bisa saja dikonversi dengan kurs saat ini apabila persediaan tersebut dicatat dalam neraca dengan nilai pasarnya. Secara teoritis, metode temporal lebih menekankan pada evalusai biaya (histories ataukah pasar).

-Metode Current rate
Metode ini merupakan metode yang paling mudah karena semua pos neraca dan laba/rugi dikonversi dengan kurs saat ini. Metode ini direkomendasi oleh Ikatan Akuntan Inggris, Skotlandia, dan Wales, serta secara luas digunakan oleh perusahaan-perusahaan Inggris. Dengan metode ini, bila asset yang didenominasi dalam valas melebihi kewajiban dalam valas, suatu devalusai akan menghasilkan kerugian. Variasi dari metode ini adalah mengkonversi semua asset dan kewajiban, kecuali asset tetap bersih yang dinyatakan dengan kurs saat ini.