Sebagaimana yang telah dimandatkan oleh konstitusi terutama pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi : ” bumi , air dan kekayaan yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Namun yang terjadi ialah dibuatnya berbagai macam perundangan yang ironisnya justru melegalkan keterlibatan pihak swasta dalam hal monopoli /penguasaan dan distribusi kebutuhan dasar rakyat tersebut. Berbagai perundangan yang muncul seperti: Undang-Undang sumber daya air, Undang-Undang Penanaman Modal dan Undang-Undang Ketenagalistrikan, UU Migas, UU Perkebunan, UU HAKI, malah menjadi ancaman yang berarti bagi keberlangsungan hidup rakyat, karena barang milik publik yang seharusnya menjadi hak milik setiap warga negara dikomodifikasi oleh pihak swasta untuk tujuan pencarian keuntungan sebesar-besarnya.Kondisi tersebut didukung penuh oleh Lembaga Keuangan Internasional . dengan keterlibatan Asian Development Bank lewat kucuran utangnya. Lebih dari empat dasawarsa Asian Develepment Bank (ADB) Bersama-sama dengan Bank Dunia menjadi pengerak privatsiasi barang dan layanan publik khususnya air dan listrik. ADB terlibat dalam praktek privatisasi air di Indonesia, India, Pakistan, Korea Selatan, Nepal dan Srilanka. ADB Juga mendanai privatisasi listrik pada proyeknya di Filipina, Bangladesh, Pakistan, Thailand, Indonesia, India dan banyak tempat lainnya.
Privatisasi layanan publik tersebut juga telah menyebabkan peningkatan biaya yang ditanggung oleh rakyat secara berkelanjutan . Selain itu privatisasi layanan publik pun berimbas pada berkurangnya akses air dan listrik bagi rakyat miskin,serta monopoli sumber daya alam oleh perusahaan-perusahaan swasta dan juga yang lebih tragis lagi , penggusuran rakyat serta kerusakan lingkungan.ADB berpendapat bahwa, "pertumbuhan ekonomi ialah sebagai kekuatan penggerak untuk mengurangi kemiskinan di kawasan Asia,, strategi baru diharapkan mampu membuat lompatan besar dalam mendanai sektor swasta. Dukungan yang diperuntukkan bagi sektor swasta meningkat dari 12% pada tahun 2007 menjadi 50% pada tahun 2020".Strategi 2020 ADB tersebut tidak lain adalah upaya untuk meningkatkan eskalasi terhadap privatisasi di tingkat Asia khususnya Indonesia. Oleh karena itu dalam rangka hari aksi se-Asia melakukan penentangan privatisasi layanan publik dan sumberdaya alam, dengan gerakan sosial di Asia yang menyerukan:
- Mengembalikan barang publik (common good) yang selama ini dikuasai pihak swasta, dikembalikan sebagai milik publik,untuk penopang kebutuhan dasar rakyat
- Hentikan keterlibatan aktor non-negara dalam hal kepemilikan dan sebagai penyedia layanan kebutuhan hak dasar rakyat yang melahirkan privatisasi dan state corporatism.
-Medesak dihapuskannya utang dari ADB dan Bank Dunia yang telah memunculkan privatisasi dari pihak asing yang mengakibatkan kerusakan ekonomi, lingkungan sosial dan budaya, serta merestorasi atas kerusakan tersebut.
Selasa, 11 Mei 2010
Ironi Privatisasi di RI
Diposting oleh no body perfect di 06.03
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar