Selasa, 11 Mei 2010

Nasib Lahan Gambut di Indonesia


Janji Pemerintah Indonesia kepada menyentuh ranah paling rawan pelepasan emisi dan konflik sumberdaya alam, yaitu hutan-gambut. Hampir 50% emisi karbon Indonesia diproduksi oleh kebakaran hutan-lahan dan akibat imbas dari alihfungsi hutan-gambut untuk pembangunan semata. Jikahal ini tetap terjadi, para ahli menyimpulkan akan menyebabkan Indonesia berada di posisi ketiga dunia sebagai negara yang menghasilkan emisi karbon terbesar. Dan menurut data yang beredar terdapat 60% kawasan hutan-gambut yang status nya tumpang tindih klaim antara masyarakat lokal (adat) dengan negara sejak diberlakukannya ‘kawasan hutan politik’ dari sejak jaman Kolonial Belanda (1870-an).

Keadaan hutan gambut di Indonesia saat ini tinggal 137,3 juta ha atau setara dengan 70% luas daratan Indonesia. Kementerian Kehutanan mengakui adanya 50% kawasan hutan-gambut yang telah rusak dan tidak berhutan (bila hutan didefinisikan sebagai tegakan dari tumbuhan). Kawasan hutan yang berupa rawa gambut di seluruh Indonesia diperkirakan masih seluas 38 juta ha (terluas di Sumatera, Kalimantan dan Papua). Hutan-gambut yang terbentang dari Sumatera hingga Papua sejak lama telah menjadi ruang hidup dan sumber dunia untuk dapat menurunkan kadar emisi karbon 26% hingga 2020 sudah penghidupan masyarakat lokal (adat). Terbukti dengan adanya pemanfaatan , praktik-praktik hutan-gambut oleh masyarakat lokal (adat) yang masih berlangsung hingga sekarang dalam skala kecil dan berkelanjutan. Kita ambil contoh pemanfaatan hutan-gambut sebagai hutan sagu di Tebing Tinggi-Riau yang telah mampu menjadikan desa-desa di Tebing Tinggi menjadi pemasok sagu ke Malaysia dan Singapura secara berkelanjutan, contoh lainnya ialah : kebun buah (durian, duku dan nanas) dengan pola parit di Tangkit Baru-Muaro Jambi, sebagai hutan-gambut karet dan tempat pengembalaan ternak di Ogan Komering Ilir-Sumatera Selatan, dan sebagai hutan-gambut karet (handil) di Kelawa-Kalimantan Tengah dan ragam kelola hutan-gambut lainnya oleh masyarakat.

0 komentar: