Selasa, 11 Mei 2010

Rancangan Umum Tata Ruang Kota atau RTRW berpihak kepada siapa ?


Pembangunan kota Jakarta yang berdasar pada sebuah rencana yang disebut Rencana Umum Tata Ruang Kota atau RTRW telah dirancang sejak 1995, dengan agenda penyusunan kembali yang rutin dilaksanakan setiap 20 tahun. Diharapkan dengan adanya rencana kota tersebut diharapkan masyarakat Jakarta menjadi semakin sejahtera. Namun dalam realisasinya rencana pembangunan tersebut sepertinya hanya untuk segelintir masyarakat elit tertentu bukan berpihak pada masyarakat luas kebanyakan atau menengah kebawah. Selama 45 tahun berjalan , selama itu juga pergantian rencana kota tersebut dirasakan tidak lebih baik dari rencana kota sebelumnya, Jakarta tetap saja menghadapi berbagai persoalan yang tak kunjung selesai, baik masalah sosial misalnya : pengangguran, kriminalitas, kasus bunuh diri, dll,terlebih masalah lingkungan seperti banjir, yang menjadi musibah tahunan. Dalam catatan WALHI Jakarta, banjir yang selalu terjadi disebabkan karena adanya pengalihfungsian daerah-daerah penyangga dan tangkapan air . Banjir Jakarta adalah bukti nyata konversi lahan tanpa mempertimbangkan kapasitas daya dukung lingkungan hidup. Maraknya alih fungsi lahan dan mudahnya dikelularkan izin pendirian bangunan di DKI Jakarta berimbas lansung pada semakin minimmnya kawasan Runag Terbuka Hijau (RTH) sebagai kawasan resapan air dan parkir air. Master plan DKI Jakarta tahun 1965-1985 menyebutkan, Ruang Terbuka Hijau sebesar 27,6 %. Terjadi penyusutan pada Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) tahun 1985-2005 memproyeksikan RTH 26,1 %. Dan dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta tahun 2000-2010, hanya memproyeksikan RTH 13,49 % dari seluruh luasan Kota Jakarta. Dinas Pertamanan dan Pemakaman menyatakan, RTH di DKI Jakarta hanya mencapai 9 %.

Akibat kebijakan Tata ruang yang tidak mempertimbangkan aspek keseimbangan ekologis, akan selalu menimbulkan berbagai persoalanseperti banjir tahunan yang menggenangi hampir seluruh wilayah Jakarta. Belum lagi masalah polusi udara akibat emisi 9 juta kendaraan yang ada di Jakarta, kemacetan akibat pertumbuhan kendaraan yang tidak terkendali sementara luas jalan ibukota tidak bertambah signifikan,persoalan krisis air bersih akibat tercemarnya air sungai dan air tanah oleh industeri dan bakteri ecoli dan keterbatasan distribusi air PAM, kejadian longsor di kawasan penyangga selatan Jakarta seperti situ gintung, abrasi pantai,,dan intrusi air laut di Cilincing, Pademangan, muara baru dan pluit akibat reklamasi dan minimnya hutan mangrove, penurunan muka tanah hingga 10 cm pertahun (dinas pertambangan), Limbah sampah akibat pengolahan yang tidak ramah lingkungan seperti di Cilincing, lewigajah bandung, sumur batu, bantar gebang, bojong, bogor serta kebakaran sebgai dampak tata ruang pemukiman dan kepadatan orang yang menempatinya yang semrawut, berimbas juga pada munculnya berbagai wabah penyakit akibat kebersihan dan sanitasi yang buruk, dan lain sebagainya.

0 komentar: